Desember 14, 2011

Long Road Toward Bulding Nation Integrity



Retrospeksi
Membahas tentang integritas sesungguhnya adalah hal yang menarik. Tapi sayangnya, kata-kata ini, semakin hari semakin hari jadi seperti barang asing dalam percakapan sehari hari. Malah mungkin jika kita bicara integritas, ada beberapa orang yang bilang hmmm “mahkluk apa itu?” atau mungkin ada yang dengan sinis mengatakan, hmmm mau kampanye apa ini, dll.He he, suatu keadaan yang menyedihkan yang tidak dapat kita pungkiri.



Beberapa waktu lalu, saat teman mengajak memilih topik sebuah konferensi, meskipun awalnya bertujuan pragmatis, sampailah kami kepada kata ini INTEGRITAS. Saat itu juga saya langsung merasa sejuk, karena angin perubahan yang selama ini tidak pernah datang dan saya selalu rindu, tiba-tiba semilir kembali.

Skeptisisme terhadap pergolakan yang terjadi di sana sini, perilaku show of force siapa yang kuat, perilaku “bullying” sistemis mereka yang memiliki power lebih atas yang lemah yang terjadi di belahan sudut manapun di bumi ini,  kondisi negara yang telah semakin carut marut, organisasi yang tak lagi perduli dengan organisasi lain, manusia yang sudah tak lagi saling percaya, masyarakat yang sangat apatis dan “autis”, individu dan organisasi yang sibuk “membranding” diri agar tampak indah dan dapat dipercaya, untuk tujuan diri, daaaan masih banyak lagi hal-hal, yang sempat menggelisahkan hati tetapi akhirnya saya kulum lama di “mulut nurani saya” dan bahkan beberapa tertelan dan mengamini nya dan kadang-kadang tanpa munafik mulai menyukainya. Hmmm sungguh berbahaya tampaknya pilihan untuk tidak perduli dengan integritas ini.

Di saat wind of change mulai menyapu semilir, rindu akan angin dan hujan perubahan kembali dikuatkan dengan sentilan kawan yang juga sedang akan menulis buku tentang: "TOKOH INDONESIA YANG PALING TIDAK BERPENGARUH." Dia sedang mengumpulkan pendapat dari banyak orang, siapa tokoh yang dianggap Citra, kapasitas dan tindakan tidak sejalan.

Haaa, ini dia, begitu teriak saya dalam hati. Kita punya mimpi yang sama, dan tiba-tiba saya merasa punya semangat juang baru, dan merasa ternyata saya tidak sendiri.

Mengapa tampaknya saya begitu gundah dengan tidak ketidaksadaran banyak orang dan mungkin termasuk saya, tentang integritas.  Ya, karena bisa dibayangkan dan dirasakan bagaimana enaknya hidup diantara kemunafikan, kecurigaan, kebuasan semangat makan teman. Dunia yang dipenuhi oleh mahkluk hidup dan sistem kehidupan yang minus integritas adalah sungguh dunia yang paranoid dan chaos.

Integritas apa itu?
Banyak definisi mengenai kata ini. Kata integritas dikutip dari berbagai sumber, berasal dari bahasa Latin integer 

Di dalam etika, integritas dipandang sebagai the honesty and truthfulness or accuracy of one's actions. Jadi secara sederhana integritas dapat didefinisikan sebagai sebuah kesatuan antara konsistensi karakter dan sense yang berasal dari dalam diri seseorang tentang kualitas nilai seperti kejujuran dan keyakinan penuh.

Jadi integritas itu kata benda kah?kata kerjakah? sifat kah atau apa? Integritas adalah konsep konsistensi tindakan, nilai, metode, ukuran, prinsip, harapan dan juga outcomes. Sehingga seseorang yang dikatakan memiliki integritas adalah seseorang yang bertindak sesuai dengan kepercayaan dan prinsip yang dimilikinya.

Definisi tersebut tampaknya adalah definisi yang sangat teoritis, tetapi tampaknya dari definisi yang lebih operasional, PBB juga menggunakan definisi yang kurang lebih sama dengan definisi di atas.

TIRI, sebuah lembaga non profit yang concern tentang integrasi, memberikan definisi dan pemahaman yang lebih operasional tentang Integritas. Integritas diartikan sebagai the set of characteristics that improves trustworthiness to stakeholders (sebuah karakter yang dapat meningkatkan kepercayaan kepada stakeholders.

Integritas dan Komunikasi
Lalu dimana letak pentingnya ilmu komunikasi membahas tentang integritas. Untuk membahas ini saya tidak akan terlalu berteori atau menunjuk teori siapa untuk menjawabnya. Saya akan menggambarkan komunikasi dan integrasi ini dari sudut pandang yang sangat sederhana, yaitu kaitan antara pikiran dan komunikasi. Jika tadi dikatakan integritas adalah konsistensi tindakan, nilai, metode, ukuran, prinsip, harapan dan juga outcomes.

Jika komunikasi dipandang sebagai sebuah proses dalam hidup, sebagai tools manusia untuk mengungkapkan bentuk pikirannya, maka komunikasi adalah sesuatu yang subtle dan versatile. Subtle dalam arti, komunikasi adalah sesuatu yang tidak mudah dipahami. Membangun kesepahaman adalah kunci utama seseorang berkomunikasi, karena sesungguhnya tak ada komunikasi yang tak bertujuan. Apa pun model komunikasi yang dilancarkan, apakah itu komunikasi satu arah atau dua arah. Baik itu komunikasi dengan diri sendiri maupun pihak lain, membangun kesepahaman adalah niat seorang komunikator sehingga siapapun yang menerimanya akan sepikiran dengannya, dengan bentuk Yes, I know, I agree atau I follow.

Versatile di sini dipahami sebagai sesuatu yang tidak tetap atau berubah ubah. Tidak ada komunikasi yang tetap. Aspek komunikasi yang begitu kompleks dan luas, membuat komunikasi tak memiliki rumus baku seperti pengetahuan eksakta.

Jika integritas dipahami sebagai suatu nilai, berarti proses terbentuknya nilai dalam diri individu dimulai dari proses seseorang membudayakan nilai itu bagi dirinya sendiri dan mendidik diri sendiri untuk mampu menjalankan nilai yang diyakini itu bagi dirinya. Proses pembudayaan dan didik diri, sebagai bentuk proses interaksi simbolisk bagi seseorang,tak mungkin menafikkan kehadiran komunikasi di dalamnya.

Komunikasi kembali akan hadir saat individu tersebut berminat berbagi arti dengan pihak lain tentang nilai-nilai yang dia yakini tersebut. Saat tujuan ini hendak disampaikan, mau tidak mau, seseorang harus menjelajah seluruh komponen komunikasi, sehingga komunikasi yang dibangunnya mencapai kata sepakat and I follow you.

Integritas yang akan dibangun dan dibagi dengan pihak lain, bukan hanya berhenti sampai kepada teknik bagaimana berbagi ide tentang integritas itu sendiri. Melainkan saat ia mulai membangun nilai itu bagi dirinya, pertimbangan ethics tentang What kind of integrity to me: sudah bersentuhan dengannya. Pilihan-pilihan atas nilai-nilai integritas hingga ia mengamini nilai tersebut sebagai nilai yang baik untuk dirinya, melibatkan pertarungan etika dan filsafat komunikasi dalam diri seseorang.

Saat seseorang ingin mewariskan ide tersebut kepada orang lain, maka bukan hanya pilar etika saja yang ia perlukan. Pilar Logika dan Estetika menjadi penyangga baginya untuk mengkomunikasikan ide-ide tersebut sebagai sesuatu yang masuk akal, mampu dikemasnya dengan indah dan dengan tujuan yang baik.

Integritas dan PR
Public Relations sebagai sebuah metode dalam komunikasi, mau tak mau tak dapat lepas dari ide integritas dan komunikasi. PR sebagai sebuah metode pengelolaan komunikasi antar organisasi berawal dari hulu integritas dan bermuara kepada integritas.

PR dikatakan efektif jika, ia mampu membangun relationship jangka panjang dengan stakeholders. Membangun hubungan dengan dilandasi integritas tentu nya, karena jika tidak bagaimana trust akan dapat terbangun.

Saat PR membangun perencanaan strategis untuk membangun program komunikasi, PR memerlukan dasar nilai yang kuat. Apakah ia akan mendesain programnya dengan pertimbangan menguntungkan organisasinya saja atau menguntungkan kedua belah pihak dan berbagai pihak, adalah tantangan baginya.

Relationship hanya akan terjadi apabila, pihak-pihak yang diajaknya berkomunikasi mau dengan ikhlas dan rela hati mendukung sebuah organissasi di kala senang maupun susah. Mencari dukungan di saat senang, mungkin bukan Pekerjaan Rumah yang terlalu berat. Saat senang adalah saat-saat yang penuh dengan kemudahan, saat organisasi punya banyak pilihan. Menjalin hubungan dengan organisasi di saat senang tampaknya tak ada masalah di dalamnya karena pihak-pihak lain tak ada masalah untuk bertukar sumber daya. Tak perduli apa basis pertukaran itu, bisa berupa transaksi bisa juga berupa interaksi.

“Beli putus” bukan prinsip PR karena PR bukan jual beli dan dalam kamus PR tak seharusnya mengenal term putus hubungan. Maka mempertahankan interaksi yang tak berakibat hanya jual beli atau putusnya sebuah hubungan, memerlukan sebuah tindakan komunikasi yang mengandung kualitas nilai yang mampu meningkatkan kepercayaan stakeholders. Nilai tersebut bukan hanya nilai yang ditawarkan secara basa-basi. Truthfulness hadir sebagai sebagai honesty and truthfulness or accuracy of one’s action.

Jika demikian maka selesai sudah perjalanan diskusi tentang integritas dan PR. Jawabnya BELUM.

Jika kedudukan dan peran PR di organisasi saja masih dipertanyakan dan “dicurigai”, Jika profesionalisme para praktisi PR saja belum tegak, Jika kesejarahan kedudukannya dengan marketing saja masih belum jelas, Jika gender saja masih dipermasalahkan, Jika model komunikasi dua arah saja masih dipertanyakan dan hanya dianggap sebagai mimpi, Jika “power over” masih menjadi dasar interaksi yang paling jitu,

Jika organisasi masih ada di muka bumi ini, maka dialog mengenai integritas tak akan pernah usai dan memang seharusnya kita tidak diperbolehkan segera tutup layar dan tutup panggung. Karena saat pertunjukkan usai dan komunikasi serta PR beristirahat, integritas adalah nafasnya, integritas adalah mimpinya.

-dha-




0 komentar:

Posting Komentar