Retrospeksi
Membahas tentang integritas sesungguhnya adalah hal yang
menarik. Tapi sayangnya, kata-kata ini, semakin hari semakin hari jadi seperti
barang asing dalam percakapan sehari hari. Malah mungkin jika kita bicara
integritas, ada beberapa orang yang bilang hmmm “mahkluk apa itu?” atau mungkin
ada yang dengan sinis mengatakan, hmmm mau kampanye apa ini, dll.He he, suatu
keadaan yang menyedihkan yang tidak dapat kita pungkiri.
Beberapa waktu lalu, saat teman mengajak memilih topik
sebuah konferensi, meskipun awalnya bertujuan pragmatis, sampailah kami kepada
kata ini INTEGRITAS. Saat itu juga saya langsung merasa sejuk, karena angin
perubahan yang selama ini tidak pernah datang dan saya selalu rindu, tiba-tiba
semilir kembali.
Skeptisisme terhadap pergolakan yang terjadi di sana sini,
perilaku show of force siapa yang kuat, perilaku “bullying” sistemis mereka
yang memiliki power lebih atas yang lemah yang terjadi di belahan sudut manapun
di bumi ini, kondisi negara yang telah
semakin carut marut, organisasi yang tak lagi perduli dengan organisasi lain,
manusia yang sudah tak lagi saling percaya, masyarakat yang sangat apatis dan
“autis”, individu dan organisasi yang sibuk “membranding” diri agar tampak
indah dan dapat dipercaya, untuk tujuan diri, daaaan masih banyak lagi hal-hal,
yang sempat menggelisahkan hati tetapi akhirnya saya kulum lama di “mulut
nurani saya” dan bahkan beberapa tertelan dan mengamini nya dan kadang-kadang
tanpa munafik mulai menyukainya. Hmmm sungguh berbahaya tampaknya pilihan untuk
tidak perduli dengan integritas ini.
Di saat wind of change mulai menyapu semilir, rindu akan
angin dan hujan perubahan kembali dikuatkan dengan sentilan kawan yang juga
sedang akan menulis buku tentang: "TOKOH INDONESIA YANG PALING TIDAK
BERPENGARUH." Dia sedang mengumpulkan pendapat dari banyak orang,
siapa tokoh yang dianggap Citra, kapasitas dan tindakan tidak sejalan.
Haaa, ini dia, begitu teriak saya dalam hati. Kita punya
mimpi yang sama, dan tiba-tiba saya merasa punya semangat juang baru, dan
merasa ternyata saya tidak sendiri.
Mengapa tampaknya saya begitu gundah dengan tidak
ketidaksadaran banyak orang dan mungkin termasuk saya, tentang integritas. Ya, karena bisa dibayangkan dan dirasakan
bagaimana enaknya hidup diantara kemunafikan, kecurigaan, kebuasan semangat
makan teman. Dunia yang dipenuhi oleh mahkluk hidup dan sistem kehidupan yang
minus integritas adalah sungguh dunia yang paranoid dan chaos.
Integritas apa itu?
Banyak definisi mengenai kata ini. Kata integritas dikutip
dari berbagai sumber, berasal dari bahasa Latin integer
Di dalam etika, integritas dipandang sebagai the honesty and truthfulness or
accuracy of
one's actions. Jadi secara sederhana integritas dapat didefinisikan sebagai
sebuah kesatuan antara konsistensi karakter dan sense yang berasal dari dalam
diri seseorang tentang kualitas nilai seperti kejujuran dan keyakinan penuh.
Jadi integritas itu kata benda kah?kata kerjakah? sifat kah
atau apa? Integritas adalah konsep konsistensi tindakan, nilai, metode, ukuran,
prinsip, harapan dan juga outcomes. Sehingga seseorang yang dikatakan memiliki
integritas adalah seseorang yang bertindak sesuai dengan kepercayaan dan
prinsip yang dimilikinya.
Definisi tersebut tampaknya adalah definisi yang sangat
teoritis, tetapi tampaknya dari definisi yang lebih operasional, PBB juga
menggunakan definisi yang kurang lebih sama dengan definisi di atas.
TIRI, sebuah lembaga non profit yang concern tentang
integrasi, memberikan definisi dan pemahaman yang lebih operasional tentang
Integritas. Integritas diartikan sebagai the set of characteristics that
improves trustworthiness to stakeholders (sebuah karakter yang dapat
meningkatkan kepercayaan kepada stakeholders.
Integritas dan Komunikasi
Lalu dimana letak pentingnya ilmu komunikasi membahas
tentang integritas. Untuk membahas ini saya tidak akan terlalu berteori atau
menunjuk teori siapa untuk menjawabnya. Saya akan menggambarkan komunikasi dan
integrasi ini dari sudut pandang yang sangat sederhana, yaitu kaitan antara
pikiran dan komunikasi. Jika tadi dikatakan integritas adalah konsistensi
tindakan, nilai, metode, ukuran, prinsip, harapan dan juga outcomes.
Jika komunikasi dipandang sebagai sebuah proses dalam hidup,
sebagai tools manusia untuk mengungkapkan bentuk pikirannya, maka komunikasi
adalah sesuatu yang subtle dan versatile. Subtle dalam arti, komunikasi adalah
sesuatu yang tidak mudah dipahami. Membangun kesepahaman adalah kunci utama
seseorang berkomunikasi, karena sesungguhnya tak ada komunikasi yang tak
bertujuan. Apa pun model komunikasi yang dilancarkan, apakah itu komunikasi
satu arah atau dua arah. Baik itu komunikasi dengan diri sendiri maupun pihak
lain, membangun kesepahaman adalah niat seorang komunikator sehingga siapapun
yang menerimanya akan sepikiran dengannya, dengan bentuk Yes, I know, I agree
atau I follow.
Versatile di sini dipahami sebagai sesuatu yang tidak tetap
atau berubah ubah. Tidak ada komunikasi yang tetap. Aspek komunikasi yang begitu
kompleks dan luas, membuat komunikasi tak memiliki rumus baku seperti
pengetahuan eksakta.
Jika integritas dipahami sebagai suatu nilai, berarti proses
terbentuknya nilai dalam diri individu dimulai dari proses seseorang
membudayakan nilai itu bagi dirinya sendiri dan mendidik diri sendiri untuk
mampu menjalankan nilai yang diyakini itu bagi dirinya. Proses pembudayaan dan
didik diri, sebagai bentuk proses interaksi simbolisk bagi seseorang,tak
mungkin menafikkan kehadiran komunikasi di dalamnya.
Komunikasi kembali akan hadir saat individu tersebut
berminat berbagi arti dengan pihak lain tentang nilai-nilai yang dia yakini
tersebut. Saat tujuan ini hendak disampaikan, mau tidak mau, seseorang harus
menjelajah seluruh komponen komunikasi, sehingga komunikasi yang dibangunnya
mencapai kata sepakat and I follow you.
Integritas yang akan dibangun dan dibagi dengan pihak lain,
bukan hanya berhenti sampai kepada teknik bagaimana berbagi ide tentang
integritas itu sendiri. Melainkan saat ia mulai membangun nilai itu bagi
dirinya, pertimbangan ethics tentang What kind of integrity to me: sudah
bersentuhan dengannya. Pilihan-pilihan atas nilai-nilai integritas hingga ia
mengamini nilai tersebut sebagai nilai yang baik untuk dirinya, melibatkan
pertarungan etika dan filsafat komunikasi dalam diri seseorang.
Saat seseorang ingin mewariskan ide tersebut kepada orang
lain, maka bukan hanya pilar etika saja yang ia perlukan. Pilar Logika dan
Estetika menjadi penyangga baginya untuk mengkomunikasikan ide-ide tersebut sebagai
sesuatu yang masuk akal, mampu dikemasnya dengan indah dan dengan tujuan yang
baik.
Integritas dan PR
Public Relations sebagai sebuah metode dalam komunikasi, mau
tak mau tak dapat lepas dari ide integritas dan komunikasi. PR sebagai sebuah
metode pengelolaan komunikasi antar organisasi berawal dari hulu integritas dan
bermuara kepada integritas.
PR dikatakan efektif jika, ia mampu membangun relationship
jangka panjang dengan stakeholders. Membangun hubungan dengan dilandasi
integritas tentu nya, karena jika tidak bagaimana trust akan dapat terbangun.
Saat PR membangun perencanaan strategis untuk membangun
program komunikasi, PR memerlukan dasar nilai yang kuat. Apakah ia akan
mendesain programnya dengan pertimbangan menguntungkan organisasinya saja atau
menguntungkan kedua belah pihak dan berbagai pihak, adalah tantangan baginya.
Relationship hanya akan terjadi apabila, pihak-pihak yang
diajaknya berkomunikasi mau dengan ikhlas dan rela hati mendukung sebuah
organissasi di kala senang maupun susah. Mencari dukungan di saat senang,
mungkin bukan Pekerjaan Rumah yang terlalu berat. Saat senang adalah saat-saat
yang penuh dengan kemudahan, saat organisasi punya banyak pilihan. Menjalin
hubungan dengan organisasi di saat senang tampaknya tak ada masalah di dalamnya
karena pihak-pihak lain tak ada masalah untuk bertukar sumber daya. Tak perduli
apa basis pertukaran itu, bisa berupa transaksi bisa juga berupa interaksi.
“Beli putus” bukan prinsip PR karena PR bukan jual beli dan dalam
kamus PR tak seharusnya mengenal term putus hubungan. Maka mempertahankan
interaksi yang tak berakibat hanya jual beli atau putusnya sebuah hubungan,
memerlukan sebuah tindakan komunikasi yang mengandung kualitas nilai yang mampu
meningkatkan kepercayaan stakeholders. Nilai tersebut bukan hanya nilai yang ditawarkan
secara basa-basi. Truthfulness hadir sebagai sebagai honesty and truthfulness
or accuracy of one’s action.
Jika demikian maka selesai sudah perjalanan diskusi tentang
integritas dan PR. Jawabnya BELUM.
Jika kedudukan dan peran PR di organisasi saja masih
dipertanyakan dan “dicurigai”, Jika profesionalisme para praktisi PR saja belum
tegak, Jika kesejarahan kedudukannya dengan marketing saja masih belum jelas, Jika
gender saja masih dipermasalahkan, Jika model komunikasi dua arah saja masih
dipertanyakan dan hanya dianggap sebagai mimpi, Jika “power over” masih menjadi
dasar interaksi yang paling jitu,
Jika organisasi masih ada di muka bumi ini, maka dialog
mengenai integritas tak akan pernah usai dan memang seharusnya kita tidak
diperbolehkan segera tutup layar dan tutup panggung. Karena saat pertunjukkan
usai dan komunikasi serta PR beristirahat, integritas adalah nafasnya,
integritas adalah mimpinya.
-dha-
0 komentar:
Posting Komentar