Desember 27, 2012

Empty Nest




Sebetulnya, ini bukan tulisan baru.Ini adalah coretanku beberapa tahun lalu saat hari ibu. But anyway, selamat menikmati ya.




Hari pertama menginjakkan kaki di rumah masa kecilku, semua terasa sepiiii sekali. Sambil duduk sendiri di ruang atas, aku melihat semua masih tertata rapi.

Ku lihat sekeliling, ada foto alm papaku di sana...hai Pa...aku tersenyum sembari mengusap wajahnya. Wajah yang tak pernah tak kurindukan. Di sudut ruang, jam kukuk yang sudah idle, tak beranjak dari tempat lamanya.

Kembali mata ku mengimbas dinding, jam kaca raksasa juga masih aktif berdetak di tempatnya. Lewat kacanya, tampak kamarku. Kamar yang officially telah ku tinggalkan lebih dari 10 tahun lalu.

Detak jam itu, seolah menyeretku kepada kenangan lama. Di kamar itu aku bersama teman-teman kecilku membaca buku, main petak umpet dalam lemari, main lompat tali di kamar dan menuai hasil diomeli eyangku yang mungkin sedang lelap di kamar bawah kamarku....hmmm sungguh keriangan yang sangat manis.

Dari kamarku juga, biasanya aku dulu melongokkan kepala saat terdengar suara mama atau papa ku datang. Bersamaan dengan datangnya mereka, aku merasa aman karena merasa tak sendiri.

S E N D I R I.....yup. kata itu tiba-tiba terbersit dari pikiranku. Pelan – pelan sentuhan kata itu meluncur masuk ke dalam hatiku. Dan entah mengapa, seketika itu juga muncul empati yang mendalam kepada mama ku. Mama ku tersayang, yang mungkin sejak belasan tahun selalu merasakan itu. Berawal dari papa tiba-tiba "pergi" untuk selama- lamanya. Aku yang meninggalkan rumah, disusul satu persatu adik-adikku yang keluar dari rumah. Dan akhirnya sangkar itu kosong.

E M P T Y N E S T. Kata itu pertama kali ku dengar di bangku SMP rasanya. Saat itu, ibu guru bahasa Inggrisku bercerita tentang sangkar kosong. Sangkar seekor induk burung yang kosong karena anak-anaknya pergi. Saat itu, si induk burung sedih, cemas, was- was karena anak-anaknya pergi tapi di sisi lain ia bangga,karena tugasnya sebagai orang tua telah usai.

Mengenai kata Empty Nest. Saat itu aku tak terlalu memahami apa maknanya. Kata-kata itu lenyap begitu saja, bersamaan dengan berakhirnya cerita itu dibacakan.

Tapi ntah mengapa, di suatu hari, saat aku sendirian dan merasa sepi, tiba-tiba aku teringat kembali kepada kata itu. Saat aku "cemburu" melihat teman-teman ku sibuk bercerita tentang lucunya tingkah polah anak mereka, tentang hebatnya prestasi anak-anak mereka, tentang bahagianya si kakak yang mendapat adik baru, dll

Saat itu aku sering bertanya pada diri sendiri...apa ini yang disebut dengan sangkar kosong?kenapa sangkarku selalu kosong?apakah aku seperti si induk burung?tapi siapa yang telah ku lepas?

Sepi ku kujalani saja, sendiriku ku telan saja dan tetap manggut-manggut kecut, mendengar riuhnya kawan kawan ku bercerita tentang hebohnya mereka mencari sekolah baru untuk anak-anak mereka tentang tingginya biaya pendidikan, tentang kenakalan-kenakalan kecil anak-anak mereka yang telah menginjak remaja, dll,dst,etc,lsp.

Hingga suatu saat, mereka teman temanku yang beberapa tahun lebih tua dari ku atau mereka yang menikah jauh lebih dulu dariku, dengan sedih campur haru bercerita tentang buah hatinya yang kini mulai meninggalkan rumah untuk kuliah. Satu-satu pergi meninggalkan rumah dan senda gurau dalam rumah mereka pun tak terdengar lagi.

Dengan mata berkaca kaca, mereka bercerita...hmmm Da..sedih lho rasanya...sekarang sepi. Ada juga yang dengan sangat haru terhanyut emosi, berujar...Aku kayak ditinggal pacar mbak, kossssooonnnggg. Kalau mereka janji pulang tapi ga jadi datang..uuuhhh aku bisa ngambeg luar biasa dan nangis ga ada henti. Melihat mereka mesra dengan pacarnya, jadi takut kehilangan dan ga rela kalau mereka nanti tak kembali lagi.....Ngerasa di nomor duain juga...dan banyak lagi cerita mereka

Kembali aku berdialog dengan hatiku...oh gitu ya rupanya rasanya dan ntah mengapa di satu sisi aku sangat bersyukur, karena aku tak pernah punya maka aku tak pernah merasa kehilangan. Di sisi lain, muncul empati dan rasa bersalahku kepada mama ku, karena saat aku keluar dari rumah..I feel fine and happy aja tuh. Dan parahnya ,permintaan mama ku untuk dikontak, dikunjungi, ditemani, ku gubris sekenanya saja...ya kalau ingat telepon, kalau lagi mau ya pulang, kalau lagi ada waktu ya kontak.

Hmmmm.....perjalanan waktu telah membawa tingkat pemahamanku naik kelas. Kesempatan "mengalami meski hanya dari mengamati" membuatku menjadi sedikit lebih mengerti. mengerti tentang sebuah konsep yang sebelumnya hanya bisa ku eja tapi tak terpahami Memahami bagaimana sedihnya saat sangkar itu benar-benar kosong. Mengerti bagaimana rasanya emosi yang tanpa diajak tiba-tiba menyeruak menyobek hati.

Tak ada maksud dari semua cerita ini selain hanya merasa bahwa:
Hidup itu hanya saling sawangsinawang (satu memandang lebih tak bahagia dari yang lain), padahal kenyataannya tak selalu demikian.

Hidup ini perlu diisi dengan hati, dengan lebih memberi perhatian kepada orang-orang yang kita sayangi

Hidup itu tak ada yang abadi,karena saatnya nanti sangkar itu akan benar-benar kosong, saat satu persatu selamanya akan "pergi"

........So...saat kita masih diberi kesempatan mendapatkan cinta yang luar biasa dari mereka yang kita cintai....syukuri dan jangan biarkan cinta itu pergi, karena sesungguhnya sepi itu tak mudah untuk dinikmati

0 komentar:

Posting Komentar