Desember 27, 2012






Diskusi tentang cinta adalah diskusi yang tak pernah usai. Pertanyaan tentang apakah cinta itu sama, telah membuat dahi para filosof, psikolog, biolog, ahli kimia bahkan fisika dan akhirnya antropolog berkerut.

Saya pernah berdiskusi dengan seorang teman mengenai ini. Apakah cinta itu sama. Menurut dia sama tapi menurut saya tidak.Diskusi yang hebat, sampai tertarik semua urat leher (jika diskusi itu face to face), sampai habis beribu ribu rupiah pulsa, (jika itu lewat sms), sampai berlembar lembar pages jika itu email, chat atau direct mail (he he yang terakhir ini mungkin akan memperkaya Dirjen Parpostel).


Materi pembicaraan berulang dari kajian dimensi bentuk, kadar dan cara. Anything else? silakan tambahkan di sini, supaya menu kita bisa semakin komplit.


Pembicaraan tak berujung, waktu itu terjadi Golden shake hand,dengan jawaban : Oke oke...Cinta nya sama, tetapi caranya yang berbeda. Well yeah...yeah, daripada berantem, saya sepakat dengan itu. Meskipun jujur saya SUTS (Sepakat Untuk Tidak Sepakat) sebetulnya. He he maaf kawan.


Mengapa tidak sepakat? yaaaa buktinya sampai kemarin - kemarin diskusi itu tetap ada. Dan topiknya ya seputar...hmmm cinta tidak sama...dan jawabannya selalu dijawab dengan: repotlah kalau selalu mengukur kadar cinta. Dan akhirnya jawaban yang paling awam terjadi di ujung diskusi adalah...hemmm persepsi kita tentang cinta memang berbeda.


Semua pasti tahulah torehan catatan sejarah berbicara apa tentang cinta. Setiap periode dan budaya membuahkan catatan yang berbeda beda. Jika imajinasi saya kambuh, saya menggambarkan..heemm tu kalau jd tulisan ilmiah, pasti setiap Teori baru tentang cinta, catatan kakinya pasti akan panjang. Si anu mendebat si una dengan adopsi ide dari si itu, atau si itu mensitasi idenya sendiri.


Ibidem/ibid/idem (yang berarti telah disebutkan sebelumnya atau sama) Opere citato/kutipan sebelumnya yang telah diselangi oleh kutipan sumber lain) dan loc.cit (locere citato=kutipan yang telah disebutkan pada halaman/bab selanjutnya), bertaburan dan akan membuat pengaturan margin bawah ukuran normal tak berlaku lagi.


Seperti tujuan semula menulis catatan ini, untuk menjawab sentilan kawan Dzulkifli Maryam maka saya tak akan berteori. teori hanya ada di kelas, isn't it atau di atas kertas (tu kalau diprint tapi) he...he...Saya juga tidak berani mengungkapkan sebuah definisi karena keluasan kata itu ya tergantung pemahaman kita toh. And kalau pengertian kita saja tak sama nanti malah membuahkan pertikaian.So mari kita sembang-sembang saja.


Bang Zul, sang pujangga muda (begitu saya memanggilnya), mempertanyakan apakah cinta Rabindranath Tagore terhadap kematian, sama dengan cinta Gibran terhadap Selma. Pertanyaan ini kemudian mengingatkan saya dengan diskusi panjang saya tentang Apakah cinta itu sama (yang saya ceritakan di awal tadi).


Ada yang berbicara cinta dari sudut pandang bahasa. Katanya, "Love is a verb, not a noun. It is active. Yup, fine.Dari sudut pandang ini pun membuahkan cabang yang bersulur - sulur. Kalau dia kata kerja maka cinta itu apa? survival instinct (spt kata para nativis, Arthur Schopenhauer dkk atau sebuah bentuk respek yang "dikreasikan" atau "tercipta" karena adanya sharing meanings?


Jika cinta itu verb, maka bagaimana dengan kadar cinta itu sendiri? Apakah itu benevolent love (confusius) atau Unconditional love (versi Mohism). JFYI, keduanya ada dalam sejarah Cina. Detail tentang itu, kapan-kapan kita ngobrol lagi. Ok, sekarang masih bicara tentang kadar tetapi dengan ekspresi berbeda. Love dan like? beda atau sama? like bisa dilawankan dengan hate. Love di situ dilawankan dengan kata apa ya?


Dalam bahasa Indonesia: aku suka kamu dengan aku cinta kamu? jika diucapkan dalam cohort berbeda, apakah nilainya tetap sama? Contoh, cohort nenek/kakek dan ibu/bapa kita, kayaknya nembak orang dengan bilang:"Aku cinta kamu" weeewww, ga biasa keknya. Mereka lebih prefer dengan kata "Aku suka kamu". Nah tapi kalau kalimat itu diucapkan sekarang, di eranya cohort folded and flat world ini...apa peluru itu masih berlaku? he he kek nya sampai rambut putih bukan karena bleaching, kita akan tetapi jadi JOTI alias jomblo sejati dan setiap hari menderita galau permanen.


Sedikit agak nyrempet kebudayaan Timur, Cina misalnya (yang secuil saya pahami, kalau salah mohon maaf). Kaitan antara teks dan konteks seperti di atas.Apakah kata Wo "Ai" Ni (I love you) dengan Wo xihuan ni (I like you) sama? heem tampaknya tidak.


Wo ai ni adalah cinta yang serius, yang mengandung responsibility, commitment and loyalty, sebagai bentuk menawarkan hati kepada orang lain. Sementara Wo xihuan ni, ya hanya bentuk afeksi yang biasa saja untuk menyatakan suka, dan lebih tidak serius dibanding dengan yang pertama.Mungkin kalau bahasa terjemahan bebas kita adalah:Gue suka ma elo.


Selain teks dan konteks, Cinta juga dapat dipahami secara konteks. Cinta siapa dengan siapa. Dalam agama yang diadopsi dari budaya Yunani kuno, Cinta terbagi bagi atas. Agape, eros, philia dan storge. Agape (ἀγάπη agápē) artinya love adalah cinta yang murni. Ini adalah tipe ideal dari cinta, dan oleh karenanya dalam agama ini diterjemahkan untuk bentuk cinta kepada Tuhan. Posisi Rabindranath Tagore, mencintai kematian, boleh jadi posisi ada di sini. Karena saya yakin, seseorang yang tak takut atas kematian menunjukkan kedekatan spritual yang tinggi kepada ultimate creator, apapun namanya.

Eros (ἔρως érōs) adalah passionate love dengan hasrat sensual dan kangen yang bikin galau akut.Seperti Gibran mencintai Selma. Philia (φιλία philía), lebih menunjukkan cinta yang tidak mengandung nafsu atau hasrat. Dan bentuk ini ditujukan kepada teman,keluarga, masyarakat, dsbStorge (στοργή storgē) lebih kepada kealamiahan cinta anak kepada orang tua dan sebaliknya (atau lebih tepatnya cinta bapak ibu ke anak deh). Xenia (ξενία xenía), adalah cinta dengan wujud keramahtamahan kepada tamu,kolega dan lain-lain (he he makanya jadi brand mobil van yg bisa angkut banyak orang ya..he he..).


Dalam konteks ini, apakah kita berani bilang kalau cinta kepada klien yang penuh dengan niat service of excellent sama kadar dan bentuknya dengan cinta kita kepada pacar..hmmm hancur dunia.

Sedikit nyentil bahasa Latin, thanks to Wikipedia dan ingatan, akibat dulu terpaksa ambil kursus bhs ini,yang nasibnya kemampo (setengah matang:bhs Jawa) . Amo (verb) untuk cinta dan diterapkan menjadi amare (nanti akan berbeda lagi istilahnya jika diterapkan pada sexe yang berbeda..hhmm tapi au ah geyap, ane lupa) itu untuk menunjukkan cinta yang passionate.Amo yang dimaksudkan untuk menunjukkan cinta kepada sahabat bukan amare tetapi Amicitia

Dari segi konteks psikologi dan komunikasi, kita tahu cinta juga berbeda-beda. Ada cinta yang levelnya impersonal. Cinta kepada objek tertentu, misalnya binatang atau benda-benda. Relationship (yang tentu harus bermodalkan cinta), level nya juga macam-macam. Mulai dari level kedalamannya, yang hanya human relationship hingga interpersonal relationship. Relationship antara human bisa jadi interpersonal tapi juga tidak.

Human relationship yang belum sampai tahapan interpersonal biasanya kedekatan antar mereka baru sampai tahapan sosiologis dan kultural saja. Hubungan antar manusia yang interpersonal, adalah hubungan yang kedalamannya hingga level psikologikal.

Huuufhhh ok, sudah ah, cukup saja sampai di sini obrolan kita. Kan saya sudah berketetapan di depan, saya tidak akan menyimpulkan apapun tentang cinta. Lalu kalau ada yang tanya, lha kalau Te Te eM, Te eS Te atau "special friends" apa dunk namanya...haiisssh...he he Only heaven knows, karena itu sungguh jargon ambigu yang kadang dengan tingkat "ge er" yang berbeda bisa menyebabkan perang dunia ke IV


Thanks

0 komentar:

Posting Komentar