Ada yang bilang kebahagiaan itu letaknya ada di pikiran kita, bukan di
luar sana. Kebahagiaan tak punya tombol off karena dia selalu on, yang
off tu sebetulnya adalah pikiran kita yang mengatakan bahwa kita tidak
bahagia
Hmm, baris kalimat itu sungguh tak mudah
dipahami tetapi apakah sesuatu yang tak mudah dipahami adalah selalu
salah?ga juga karena sesuatu yang salah atau tak pasti hasilnya selalu
ada kemungkinan lain. Tapi menyerah pada jurus jitu kebanyakan
orang:Ikhlas..woooh itu sangat tidak mudah dan mungkin hanya orang-orang
yang ada pada tingkat "suci dan sufi tinggi"yang dapat melakukan itu.
Lalu buat aku yang hanyalah orang biasa, harus melakukan apa?!
Kalau
selama ini sudah percaya atas teorinya Berger, bahwa nilai bisa
ditanamkan meski dengan kesungguhan dan kerumitan yang luar biasa, lalu
kenapa tidak mencobanya?
Misalnya nih untuk kasus: Menanamkan
nilai kepada diri sendiri bahwa sesungguhnya kita tidak selalu dapat
memperoleh apa yang kita inginkan. dan itu biasanya adalah sumber
ketidakbahagiaan terbesar.
Biasanya nilai
selalu bagus, so setiap ujian maka kita pasti berharap atau punya target
dapat nilai bagus, ternyata jeblok. Berharap kerjaan kelar tetapi ga
kelar-kelar juga. Biasa dengan dicintai tiba-tiba harus kehilangan, dll.
Bagaimana caranya mengubah sesuatu yang biasa menjadi tidak biasa dan
menerimanya. Berger bilang kalau tahap awal kita harus melakukan
eksternalisasi,melihat sekitar kita. apa yang terjadi dan mulai merespon
pemindaian itu dengan apa yang kita yakini.
Misalnya
buat kita yg so Mrs.Perfecto: lihat apa sih yang dilakukan orang-orang?
ooohh mereka ternyata ada waktu happy-happy, ga harus stress dengan
sesuatu yang harus perfect, mereka bisa kog tetap hidup dengan aman
meski ga semua tenggat terkejar. Then kita balikkan ini ke
kita:gimana?mau jd Mrs, so perfect atau ga nih? kira-kira kalau kali ini
kita milih agak sedikit loose, apa ya resikonya? dst Kalau kita merasa
itu fine dan tidak membahayakan...why not move to net stages of Berger
which is:fase objetifikasi.
Mmmm di fase ini,
kita mulai mencoba apa yg kita pikirkan di atas then mencoba
melakukannya dan menikmatinya, seolah-olah ini bukan sebuah grand design
yang akan menyesatkan alih-alih ya..mau sedikit happy supaya ga terlalu
stress kenapa tidak
then fase berikutnya
adalah internalisasi, mencoba memasukkan nilai ga harus terlalu perfek
dalam list menu harian kita. Tapi tetep dengan sadar, dan selalu
mengkaji nya.Mengkaji seperti yang kita lakukan di fase eksternalisasi.
Mengkaji resiko dan dampak, mengkaji situasi dan kondisi, dst so kita
tidak terhanyut dan terlena dan kehilangan kebiasaan be perfect, karena
be perfect juga pasti ada nilai positifnya. D O N E
Lalu
bagaimana dengan biasa memiliki dan kehilangan apa yang dimiliki. mmm
apa mungkin operasionalisasinya begini: Kita lihat kasus, bagaimana
dengan orang lain yang kehilangan. apakah betul mereka mati karena
kehilangan? apakah betul mereka jadi gila karena kehilangan (hmmm berapa
persen sih mereka yang begini, keknya ga banyak). Apakah hidup jadi
berhenti karena kehilangan? Jika jawabnya tidak...woke masuk dalam gua
hati dan pikir, lalu bagaimana dengan kita? Kalau kita kehilangan, maka
sisi mana yang bisa kita optimalkan untuk bisa tetap
bertahan?kerjaan?teman?hobi?..lalu bagaimana menyeret kita untuk mau
bangun melakukannya? he he ini masing-masing punya jawabannya..bisa jadi
deadline, yang kalau kita langgar line nya bisa membuat kita dead. Bisa
jadi kebutuhan, kalau ga mau bergerak, darimana kita bisa hidup, atau
apalah yang membuat kita "terpaksa" harus melakukannya.
Jika
itu berhasil maka move forward, melakukan sesuatu dan melakukannya
menjadi kebiasaan. Then meningkat ke fase berikutnya menjalani kebiasaan
baru tapi tetap dengan sadar sehingga kita tidak stuck dan nyaman
dengan kebiasaan baru tersebut.
Hmmm tampaknya
susah juga ya. tapi keknya harus dicoba karena kata Aristoteles manusia
itu ga hanya punya kemampuan untuk merasa dan memikirkan tentang saat
ini dan hari ini saja. Manusia memiliki kemampuan untuk berwisata ke
masa lalu dan masa depan, dan itu yang membedakan manusia dengan
binatang atau tumbuhan
yah meskipun ide ini
masih dalam versi Beta n tentative, tapi aku harus berani mencoba..dan
jika ditanya...kenapa harus mencoba membiasakan diri dengan kebiasaan
baru?jawabannya: karena aku manusia, sebagai manusia keberadaanku bukan
hanya ditentukan oleh aku saja (meski otoritas sepenuhnya milikku)
tetapi mengasihi orang lain adalah otoritasku juga yang harus ku
gunakan, karena dengan melihat orang lain bahagia adalah juga
bahagiaku...bahkan jika harus melepaskan apa yang biasa kita miliki.
0 komentar:
Posting Komentar