Desember 27, 2012

Love Phobia


Dipindah dari Blog Myspace, tanpa modifikasi



Hujan-hujan, minum kopi sambil diiringi lagu OST film Love Phobia, aku mulai menulis coretan ini. Meets, aku termasuk orang yang ga terlalu suka nonton film Korea. Bahkan boleh dibilang jaraaang sekali. Tapi untuk satu ini, wooooh thumbs up lah wat temanku Adhi yang dah sukses cekoki aku dengan film-film Korea berbobot. Thanks Dhi

Satu pengakuan lagi, tanpa bermaksud over promoted film ini. Aku jarang nonton film sampai nangis. Malah kadang ngetawain orang yang nangis karena film. Ntah hapa hapa lah pikirku kalau melihat orang sampai nangis karena film. Tapi, untuk film satu ini ow ow ow I can't stand of not crying. He he he

Mang apa sih ceritanya? Mungkin itu yang Meets pikirkan..hmmm jangan – jangan gi sindrom lebay si Ida ni.

Gini, tu film diawali dengan munculnya seorang gadis kecil yang sangat imut bermantel kuning. Dia say goodbye ke somebody yang tampak dari pakaiannya, dia adalah seorang pendeta. Oh ya, JFYI, aku memang sengaja ga baca secuil resensi pun dari film ini dengan tujuan menikmati aja aliran dari film ini. Dan seperti kebiasaan film terutama film yang latar belakang budayanya kita ga ketahui, agak terkaget kaget juga sih lihatnya

Si anak yang belakangan ku tahu namanya Arie, berangkat ke sekolah. Tampaknya dia anak baru di sekolah itu. Di sekolah ntah mengapa dia sengaja membuat soft publicity tentang dia. Inti publicity nya: Dia anak yang membawa kutukan. Siapa yang menyentuhnya akan cedera atau bahkan mati. Dia bungkus publisitas ini dengan cerita drama tentang kelahirannya, yang katanya dia adalah Alien. Dia ceritakan dengan kehebohan tersendiri bukti-bukti tentang siapa saja yang meninggal karena telah menyentuhnya.

Kekhawatiran sekaligus keingintahuan Jo-kang teman si Arie tentang kutukan itu semakin menjadi jadi karena hari itu di sekolah, Bu guru telah meyentuh, tepatnya mencubit Arie yang dianggapnya nakal. Oh ya satu lagi publicity dia, adalah persahabatannya dengan kadal. Kadal dianggapnya sebagai binantang yang perlu dihormati karena suatu ketika nanti si Kadal akan kembali menguasai dunia, seperti jaman dinosaurus dulu.

Apa yang terjadi dengan bu Guru? Yups terbukti (tapi bisa jadi karena kebetulan), saat pulang Bu Guru terperosok masuk sungai dengan sepedanya he he he. Meets mungkin berpikir, it's so weird n gaje lah tu film. Yup, seperti itu juga aku di awal nonton. Tapi ternyata, hebatnya si sutradara ada di sini. Soft Publicity inilah kunci dari keseluruhan film ini.

Aku ga akan buat meets ilfil karena aku ceritain tuntas tentang film ini. Aku ga akan merampas hak meets untuk ikutan shocking lihat film ini. So, aku akan langsung masuk ke inti ku saja.

Benang merah dari film ini:antara judul "Love Phobia", OST nya Believe dan Ceritanya memang keren. Di LP ini, ada muatan nilai tentang Cinta yang tak punya masa depan. Weeiii, apa lagi itu cinta yang ga punya masa depan? Ya itu tuh cinta yang di awal sudah bisa diprediksi bakalan ga bisa disatuin. Meets tahu lah apa saja case nya.

Lalu kalau sudah jelas ga punya masa depan, napa masih dijalani? He he meets bisa jawab sendirilah. Poin dari cerita film ini ada di sini dan turning poin ada di segmen di atas (Jo-Kang, Ari dan Bu Guru). Loh apa hubungannya Cinta yang ga punya masa depan dengan dua bocah cilik itu. Mosok kecil-kecil dah cinta cintaan? So yuk kembali lagi ke atas, karena H2C, Jo Kang dan Ari menunggu bu guru lewat, singkatnya kutukan terjadi kemudian Jo Kang dan Ari melanjutkan perjalanan pulang.

Dalam perjalanan pulang kadal Arie hilang, Jo Kang dengan gentleman dan pantang menyerah, nguber kadal sampai mimisan, sampai nyebur lumpur, sampai basah kuyup kehujanan. Arie yang melihat sampai specchless dibuatnya. Sambil menunggu hujan reda, duduklah mereka berdua berteduh. Naluri manusia yang dipenuhi keindahan kasih, membuat segmen ini menjadi segmen yang indah banget. Kesederhanaan pikir untuk sekedar berbagi kehangatan, mengubahnya menjadi Love at first sight.

Cinta yang tak disadari menjadi awal segalanya. Singkatnya, Jo Kang jadi sakit dan Arie "menghilang" dan tak pernah kembali lagi ke sekolah. Dan suatu ketika mereka bertemu lagi saat mereka sudah remaja.

Cinta yang tak punya masa depan, ternyata adalah alasan Arie untuk pergi meninggalkan Jo kang, bahkan hingga mereka bertemu lagi, Jo Kang belum tahu tentang itu. Hanya satu yang Jo Kang tahu, Arie selalu pergi menghindar saat dia begitu mencintainya. Dan saat akhirnya Jo Kang tahu alasannya, Jo-Kang memilih untuk tetap mencintainya.

He he, panjang kali lah intronya, terus dimana ni letak sharingnya?

Terkadang saat seseorang merasa click dengan seseorang, pelan-pelan cinta itu tumbuh tanpa disadari. Komunikasi yang intens, keterlibatan emosional yang dalam, membuka celah bagi cinta untuk pelan-pelan mengalir kedalam hati dan pikiranmu. Biasanya di awal, adalah awal yang begitu indah. Keduanya merasa berhak untuk menikmati cinta itu tanpa perduli dengan resikonya. Bagaimana tidak? Tumbuhnya cinta dalam hati seseorang sepertinya sama nikmatnya saat kita menikmati sepotong coklat. Ntah karena apa, semuanya menjadi kelihatan indah, semuanya menjadi lebih terang benderang warnanya.

Tapi keindahan itu tak panjang usianya. Saat cinta itu mulai mengakar, rasa ingin memiliki tumbuh di situ. Akar ini jika dia tertanam rapi dan direstui bumi akan membuat tanaman cinta menjadi tumbuhan yang kokoh dan jika dipelihara dengan baik, bisa jadi suatu saat kelak, ia akan berbuah. Tetapi jika akarnya tumbuh menjadi akar yang hampir semua bagiannya harus tersembul keluar di tanah tanpa proteksi, maka potensi dia menjadi tumbuhan yang kuat menjadi patut diragukan. He he aku bukan ahli biologi, tapi ini pakai logika sederhana saja. Apa fungsinya akar jika dia hampir seluruhnya muncul di luar tanah. Ia pasti tidak akan dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk pohon.

Akar jenis yang kedua ini, yang ku jadikan analogi (meski tak sempurna) untuk cinta yang tak punya masa depan. Jika akar di awal sudah tumbuh tak karuan maka perjalanan untuk pohon itu mati. Pilihannya hanya dua: mati sekarang atau mati pelan-pelan dengan indah. Begitu juga cinta yang tak punya masa depan. Hanya ada dua pilihan:dimatikan sekarang atau mati pelan-pelan dengan indah.

Film ini tampaknya memilih yang kedua. Mereka memilih untuk berdamai dengan perasaan dan memilih menikmati cinta itu hingga sampai batas garis akhir harus berpisah.

Meets,
Jika meets mengalami kasus serupa, jalan mana yang meets akan pilih?

Keduanya memiliki resiko. Bahkan sebetulnya cinta yang bermasa depan tetap juga beresiko. Resiko kehilangan. Yup karena bagian paling tragis dari indahnya cinta adalah kesedihan karena kehilangan. Hukum yang berlaku persis seperti hidrostatiska dalam hukum archimedes. Volume yang dipindahkan oleh air, besarnya sama dengan volume benda yang masuk kedalam air. Kesedihan karena cinta besarnya sama dengan cinta itu sendiri. Semakin dalam kita merasakan cinta, maka jika kehilangan cinta, rasa sakitnya sama dengan dalamnya cinta yang dirasakan

Cinta tak bemasa depan sama dengan cinta yang bermasa depan. Dua dua nya punya potensi kehilangan. Sebelum keduanya diikat dengan kepastian merek sebuah hubungan (biasanya stempelnya namanya pernikahan), keduanya juga punya potensi ketidak pastian. Yang membedakan kedua nya adalah proses pembuatan keputusan menuju stempel itu

Bagi cinta yang bermasa depan, rintangan nya hanya satu:kesungguhan kedua belah untuk mendapatkan stempel itu. Sementara rintangan cinta yang tak bermasa depan tak bisa hanya bermodalkan kesungguhan. Karena mau sungguh seperti apapun, kedua nya tahu, stempel itu tersembunyi bagi mereka berdua. Peta jalan menuju stempel itu terbang entah kemana. Meski cinta yang bermasa depan bisa berkata:hei labyrinth kami untuk menemukan stempel itu, desainnya rumit lho. He he tapi cinta yang tak bermasa depan, desain labyrinth nya ditakdirkan berbentuk Maze (lihat sejarah Yunani), Maze adalah labyrinth yang didesain unicursal, lorongnya bercabang tidak jelas bahkan ambigu. Maze saja buat cinta yang tak bermasa depan, bisa jadi adalah maze yang maya, yang sesungguhnya jalannya tidak pernah ada

So, pilihan untuk mati sekarang atau mati pelan-pelan dengan indah bukanlah pilihan yang mudah. Mati sekarang, sakit. Mati pelan-pelan juga sakit. Jadi tampaknya pertimbangan nilainya hanya bisa berkiblat pada nilai pragmatis estetis (he he, ini ga pernah ada, ini hanya reakayasa ku saja). Maksud dari pragmatis esetis adalah lihat seberapa besar tujuan dari keterlibatan itu?Jika memang dengan tetap menjalani tujuan keduanya bisa diakomodir, ya kenapa tidak. Itu pintu pragmatisnya dan rumusnya adalah tujuan:upaya. Yup, saya lebih suka dengan kata upaya daripada pengorbanan. Karena sesungguhnya mencintai memerlukan pengorbanan. Tak ada cinta yang tak memerlukan pengorbanan. Pengorbanan adalah outcome dan upaya adalah proses menuju outcome

Sedangkan pintu estetisnya, sejauh mana tujuan itu bisa dijalani berdua dengan indah. Jika memang dengan dijalani akan membuat hidup semakin cerah, hidup semakin berwarna, ya kenapa tidak. Meski demikian, tujuan dan keindahan hadir satu paket dengan keberanian. Keberanian untuk menghadapi kehilangan, saat malaikat waktu menerbangkan salah satu dari keduanya, kepada lintasan sejarah baru, sejarah pencarian the real stempel bagi dirinya
       




0 komentar:

Posting Komentar